DESTRUKSI KONSEPSI EKONOMI LIBERAL DAN KONSTRUKSI SISTEM EKONOMI ALTERNATIF ( Oleh: Tamsir, S.E (Sarjana Ekonomi islam - Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar))


Eksistensi pemikiran ekonomi liberal dewasa ini telah mendominasi kehidupan umat manusia terutama umat Islam yang pada dasarnya memiliki hadharah tersendiri, apakah itu dalam dunia akademik, maupun kehidupan empirik. Konsepsi teologis pun telah magalami pergeseran makna karena umat Islam kecanduan global theory John Hick atau world theologi Wilfred atau bahkan teori transendental unity of religion Fritjof. Fashl al-din ‘ani al-hayah, atau yang dalam istilah syed Qutub beliau sebut dengan istilah iqomatu al-hayati ‘ala ghairi asaasina mina al-diin dalam sejarah kristen Eropa, disebut dengan kata secular dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkraman kekuasaan gereja, yang sangat kuat dan hegemonik di Zaman pertengahan karena peradaban barat mengalami tekanan berat, sehingga gereja dipaksa untuk memperkecil ruang dan wilayah otoritasnya (Husaini, 2015).

Jika kaum gerejawan kala itu manganut konsep teori geosentris maka kaum liberal sejak kebangkitannya menganut copernican revolution theory yang secara langsung melawan teori yang dianggap benar dan sakral karena dimanifestasikan oleh ahli agama yang menjastifikasi dirinya sebagai wakil tuhan dan pamangku kebenaran. Pergeseran geosentris theory to heliosentris theory, hari ini terinternalisasi dalam keyakinan beragama, religion centredness to god centredness. Bukan lagi pada agama yang menjadi patokan kebenaran tetapi langsung kepada tuhan, manusia bebas berpkir tentang kebenaran tanpa harus melalui agama.

Demikian pula dalam ekonomi setelah eksistensi kaum merkantilis dan kaum fisiokrat terkubur oleh sejarah, maka lahirlah konsepsi ekonomi kapitalisme liberal. Sebagaimana Umar Chapra menjelaskan bahwa pandangan dasar dunia kapitalisme dipengaruhi oleh gerakan Enlightenment (pencerahan) sebuah istilah yang seringkali digunakan secara bergantian dengan the age of reason (era akal), adalah sebuah bentuk ekstrim suatu penolakan, dan suatu antitesis, terhadap banyak kayakinan Kristen (Chapra, 1999). Sistem ini memberikan otoritas tunggal pada akal untuk merumuskan solusi ekonomi yang dihadapi oleh umat manusia (Abdurahman, 2014). Serta memiliki visi dikotomisasi antara agama dan negara.

Dari konsep dasar tersebut ekonomi kapitalisme mengandung dan melahirkan konsepsi kepemilikan harta dalam ekonomi. Yaitu inisiatif dan otoritas individu tanpa batas (private property) untuk memiliki harta kekayaan adalah suatu keharusan (Chapra, 1999). Mark Skousen menguraikan, karasteristik dari kapitasme tersebut yaitu Freedom, self Interest and competition (Skousen, 2015). Maka ciri khas yang melekat pada tubuh kapitalisme liberal adalah sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu (Farida, 2011). Karena itu ideologi ini menjamin kebebasan individu secara mutlak dari semua batasan, baik batasan agama, sistem, tradisi, nilai ataupun yang lain. Wajar, jika kebebasan dalam kepemilikan sangat diagungkan (Abdurahman, 2014). Ernest Mandel juga mengungkapkan hal yang sama bahwa kapitalisme adalah lintah yang dapat menghisap seluruh harta kekakayaan alam (Suyanto\, 2014).

Maka tak heran hari ini dsiparitas kepemilikan mengangah lebar. Kepemilikan tanah (yang menyangkut agraria), kepemilikan berbagai jenis barang tambang, serta sarana dan prasarana umum lainya yang menjadi hajat hidup orang banyak diakuisisi oleh segolongan elit dan bangsawan tertentu. Distorsi yang terjadi dalam kehidupan hari ini tidaklah menutup mata kita dan seolah ingin membantah agrmentasi bahwa manusia sabagai makhluk economicus yang dapat menentukan preferensi yang benar, dengan itu pula maka kita dapat pula menggugurkan pernyataan bahwa akal  adalah sebagai sentral kebenaran. Secara prinsipil apabila kita merujuk pada ajaran agama kejadian seperti ini telah dikecam. Janganlah harta itu beredar pada golongan elitis saja diantaramu QS al-Hisyr:7.

Alam dan segalah isinya pada hakikatnya adalah kepunyaan tuhan QS al-Baqarah: 284. Allah segaja ciptakan untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia QS Lukman: 20. Agar tidak terjadi kontradiktif sosial, ekonomi Islam mengurai aturan kepemilikan itu yaitu mencakup kepemilikan negara, kepemilikan Publik, kepemilikan bersama dan kepemilikan pribadi (Shadr, 2008). Demikian pula Taqyuddin al-Nabhani berargumentasi bahwa syariat Islam telah menjelaskan mengenai kepemilikan yaitu kepemilikan seseorang atas harta, kepemilkan umat, juga kepemilikan negara atas harta (Taqyuddin, 2012). Samith Atif al-Zain juga mengemukakan hal yang sama bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan Islam diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu Kepemilikan Individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara (Hafiduddin, 2007).

Munusia berhak untuk memiliki harta secara individu QS al-Jumu’ah: 10. Banyak makinsime dan aktivitas yang dapat menghadirkan kepemilikan diantaranya yaitu: (1) Ihrazul Mubahat  (2) Tawaallud (3) Al-khalafiyah Seperti pewarisan dan pertanggungan ketika seseorang merusak atau menghilangkan barang orang lain. (4) Aqad yaitu pertalian antara ijab dan qabul sesuai dengan kentuan syarah (Harahap, 2015). al-Nabhani menambahakan (Triono, 2014) bahwa secara sederhana kepememilikan individu dapat diperoleh melalui bekerja, waris, kebutuhan harta untuk menyambung hidup, pemberian harta negara terhadap rakyat, harta yang diperoleh tanpa konpensasi tenaga dan harta,itu yang pertama.

Yang kedua adalah Publick ownership  (Al-Maliki, 2009)  bahwa syarah telah membatasi harta benda yang menjadi milik umum, yaitu harta benda yang tidak mendapatkan legitimasi untu menjadi milik individu karena tiga hal yaitu: (1) Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, (2) Sumberdaya alam yang sifat pembentukanya menghalangi untuk dimiliki oleh individu, (2) Harta benda yang merupakan fasilitas umum, jika tidak ada di dalam suatu negeri, suku atau komunitas maka akan berpotensi sengketa dalam mencarinya. Sebagaimana kisah Abyadl bin Hammâl  dalam sunan al-Tirmidzi. Atau dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi Muhammad Saw. Pernah bersabda. Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun) air, padang dan api (HR. Ibnu Majah), Yang ketiga yaitu state ownership. Menurut an-Nabhani (Triono, 2014) sumber-sember perolehan kepemilikan negara yaitu antara lain: Jizyah,, Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Usyur, Khumus (seperlima) dari rikaz. Dan bahkan bisa dikembangkan dari perolehan infak dan sedeqah atau bahkan wakaf. Kepemilikan negara telah dilegitimasi oleh syara, untuk menjalankan roda pemerintahan, karena itu negara membutuhkan hak milik untuk memperoleh penghasilan dalam melaksanakan kewajiban-kewajibanya dalam hal memajukan kesejahteraan umum seperti menyelenggarakan pendidikan, kesehatan, memelihara keadilan hukum, yang keseluruhanya untuk melindungi kepentingan materiil dan spritual penduduknya (Hafiduddin, 2007).

Pada dasarnya Ekonomi Islam sebagai ekonomi alternatif mempunyai konstruksi yang berbeda dengan ekonomi Kapitalisme, mulai dari frame of thinking, serta point of view. Sejarah dan solusi problem sosial terhadap realitas yang berbeda tentunya tidak dapat digeneralisasi sebagai sebuah kebenaran pada semua realitas. Umat Islam mampu bangkit dari keterpurukan karena ajaran agama, spritualitas menjadi ruh segalah amal. Ekonomi kapitalisme liberal telah mendestruksi ekonomi umat Islam hari ini, hingga menciptakan berbagai distorsi dan kemelaratan. Urusan sosial ekonomi umat Islam tidak dapat dinihilkan dari spiritualisme. Karena umat Islam tumbuh dan berkembang bersama dengan ajaran agamanya. Harta kekayaan alam yang dikaruniakan oleh Allah swt. seharunya dapat menjadi wasilah untuk mengantarkan umat manusia ke-gerbong kemakmuran yang hakiki yaitu  fii al-dunya hasanah wa fii al-akhirati hasanah []

References :
Abdurahman, H. (2014). Muqaddimah Sistem Ekonomi Islam. Bogor: Al-Azhar Press.
Al-Maliki, A. (2009). Politik Ekonomi Islam. Bogor: Al-Azhar.
Chapra, U. (1999). Islam dan Tantangan Ekonomi (Islamisasi Ekonomi Kontemporer). Surabaya: Risalah Gusti.
Farida, A. S. (2011). Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Hafiduddin, D. (2007). Agar Harta Berkah dan Bertambah. Jakarta: Gema Insani Press.
Harahap, I. (2015). Hadis-hadis Ekonomi. Jakarta: Kencana.
Husaini, A. (2015). Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen Ke Demokorsi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani.
Shadr, M. B. (2008). Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna, . Jakarta: Zahra.
Skousen, M. (2015). Sejarah Pemikiran Ekonomi Sang Maestro . Jakarta: Pernada.
Suyanto\, B. (2014). Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta: Kencana.
Taqyuddin, A.-N. (2012). Nizham al-Iqtishadi Fii Al-Islam. 2012: Hisbutahrir Indonesia.
Triono, D. C. (2014). Ekonomi Islam Madzhab Hamfara Jilid I Falsafah Ekonomi Islam. Bantul: Irtikaz.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Essay Nasional (KEN) 2018, HMJ-EI UIN Alauddin Makassar

Gelar LKM, HMJ-EI UIN Alauddin Makassar adakan sosialisasi

Perkuat Pengembangan Karakter, HMJ-EI 2019 adakan Refreshing Intelektual